13 November 2011

Toooot.. Tooot..! Nguiiing... Nguiiiing..!!

Ketika sedang riding santai malam hari di jalan Medan Merdeka Timur persis di depan Stasiun Gambir saya dikejutkan dengan suara gemuruh kendaraan bermotor dari arah belakang berpadukan suara sirine, "twiiittrriirr.. nguuuiiingg.. twiiiwiiuiiit.. toooot toooot..!". Saya intip kaca spion terlihat kilatan lampu warna biru dan merah kelap-kelip seiring bunyi suara tadi. Wah, iring-iringan kendaraan Pak SBY mau lewat nih, dalam hati saya berpikir demikian sembari sepeda motor saya arahkan agak kepinggir dengan maksud memberi ruang bagi kendaraan kenegaraan yang ingin lewat.


Selang waktu beberapa saat, rombongan itupun melintas mendahului saya masih dengan bunyi-bunyian "twiiittrriirr.. nguuuiiingg.. twiiiwiiuiiit.. toooot toooot..!". Tapi apa? Bukan iring-iringan kendaraan kepresidenan yang lewat, namun suara sirine dan kilauan lampu biru-merah itu ternyata adalah rombongan klub sepeda motor. Dalam hati berasa dongkol juga, sialan kena tipu.




Lampu Isyarat dan Sirene
Penggunaan lampu isyarat (kalangan biker akrab menyebutnya 'strobo' atau lampu rotator) dan sirene telah diatur dalam Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan pasal 59, pasal 134 dan pasal 135. Benda-benda 'sakral' ini khusus digunakan hanya untuk kendaraan-kendaraan tertentu yang memiliki hak utama di jalan raya. Pasal 134 menyebutkan bahwa Pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan sesuai urutannya adalah sebagai berikut:
  1. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
  2. Ambulans yang mengangkut orang sakit; 
  3. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas;
  4. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
  5. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
  6. iring-iringan pengantar jenazah; dan  
  7. konvoi dan/atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

UU RI Nomor 22 Tahun 2009, Pasal 59, 134 dan 135
(bisa diunduh disini www.hukumonline.com)



Klub Sepeda Motor dan Filosofi Bunyi Sirene
Sudah jelas-jelas peraturan perundangan menyatakan demikian, namun toh masih tetap saja masih ada oknum klub yang menggunakan alat-alat tersebut. Entah mereka tidak tahu atau memang pura-pura tidak tahu.



Pulsarian Indonesia secara tegas melalui peraturan organisasinya melarang setiap anggota menggunakan sirene dan strobo termasuk juga lampu rotaror. Lalu bagaimana jika Pulsarian melakukan konvoi? Prinsip share the road with others sangat ditekankan dalam hal ini. Berjalan beriringan dalam sebuah group riding tidak perlu menggunakan sirene dan strobo, cukup dengan klakson, lambaian tangan dan dengan cara yang elegan. Pembatasan jumlah motor per-group riding juga dilakukan secara ketat.

Bunyi sirene didesain untuk mengedepankan "PRIORITAS" atau hak utama sebagaimana telah diatur dalam undang-undang. Apakah klub-klub atau perkumpulan sepeda motor memiliki prioritas itu? Jawabannya adalah tidak. Perancang undang-undang sudah barang tentu tidak sembarang memilih dan mengatur hak-hak utama pengguna jalan. Butuh proses pengalaman bertahun-tahun serta adaptasi dari negara-negara maju yang sudah sangat rapi penerapan lalu-lintasnya. 

Bayangkan, ketika bunyi sirene dan warna lampu rotator tidak lagi dianggap sebagai hal yang sakral. Bayangkan ketika tidak ada seorang pengguna jalanpun yang mau menggubris hak-hak utama dan hal prioritas tersebut. Bayangkan jika istri atau orang tua Anda sedang berada dalam ambulance yang membutuhkan tindakan cepat untuk dibawa ke rumah sakit. Sedangkan pengguna jalan lain acuh tak acuh  mendengar bunyi sirene yang keluar dari ambulance itu dan mereka sudah menganggap bahwa bunyi-bunyian itu adalah hal biasa saja, "ah, paling itu suara sirene klub motor cuekin aja". Sehingga akhirnya tidak ada ruang gerak bagi hak prioritas untuk ambulance yang membawa istri dan orang tua Anda dengan segera ke rumah sakit. 


Apakah tetep masih mau pasang dan nyalain sirene Bro?

Sekian,



No comments:

Post a Comment